MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Filsafat Farmasi
Oleh
ZULVA ARRASYIED
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ranah
epistemologi merupakan salah satu sistematika filsafat yang membahas mengenai
sumber dan hakikat ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan hal yang penting
dalam filsafat dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Dalam
epistemologi juga membahas mengenai model karakter cara berpikir seseorang.
Dari epistemologi yang diambilnya kita dapat menilai bagaimana model berpikir
seseorang tersebut, apakah termasuk rasional atau empiris. Disamping itu
epistemologi merupakan bangunan pokok ilmu pengetahuan. Sesuatu akan menjadi
maju dan lebih berkembang juga kuat apabila mempunyai bangunan pokok yang kuat.
Dalam
pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat.
Sistem filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi dan aksiologi.
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori
tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran.
Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat,
kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga
sub sistem ini biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi,
epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan gambaran senderhana dapat dikatakan,
ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya
(epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat
atau kegunaan (aksiologi).
Namun
demikian, ketika kita membicarakan epistemologi disini, berarti kita sedang
menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan
pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedan yang cukup signifikan
bahwa aktivitas berpikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang
paling mampu mengembangkan kreativitas keilmuan dibanding ontologi dan
aksiologi.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan epistemologi ?
2)
Bagaimana jarum sejarah pengetahuan ?
3)
Apa yang dimaksud dengan pengetahuan?
4)
Apa yang dimaksud metode ilmiah dan
bagaimana tahapan penyusunannya?
5)
Bagaimana struktur pengetahuan ilmiah?
6)
Apakah jenis-jenis epistemologi?
7)
Apakah objek dan tujuan epistemologi?
8)
Bagaimana hubungan epistemologi, metode,
dan metodologi ?
9)
Bagaimana pengaruh epistemologi?
1.3 Tujuan Makalah
1) Mendeskripsikan
tentang pengertian dari Epistemologi
2) Mendeskripsikan
tentang jarum pengetahuan
3) Mendeskripsikan
tentang pengetahuan
4) Mendeskripsikan
tentang metode ilmiah dan tahapan penyusunannya
5) Mendeskripsikan
tentang struktur pengetahuan ilmiah
6) Mendeskripsikan
tentang jenis jenis epistemologi
7)
Mendeskripsikan tentang objek dan tujuan
epistemologi
8)
Mendeskripsikan tentang hubungan
epistemologi, metode, dan metodologi
9)
Mendeskripsikan tentang pengaruh
epistemologi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Epistemologi
Istilah
Epistemology dipakai pertama kali
oleh J. F ferriere yang maksudnya untuk membedakan antara dua cabang filsafat,
yaitu epistemology dan ontology (metafisika umum). Kalau dalam metafisika,
pertanyaan pokoknya adalah ‘Apakah hal yang ada itu?’ maka pertanyaan dasar
dalam epistemology adalah ‘Apakah yang dapat saya ketahui?’.
Epistemologi
berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan
pengetahuan atau kebenaran dan logos
diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat
diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori
pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”.
Menurut
Jujun S. Suriasumantri, epistemologi adalah bagaimana cara kita menyusun
pengetahuan yang benar?, dan landasan epistemologi disebut metode ilmiah.
Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang
benar.
Menurut
Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai
hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik
untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Sedangkan, P.Hardono Hadi menyatakan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat
yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengendaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W Hamlyn mendefinisikan
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengendaian-pengendaiannya serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.
Dagobert D.Runes menyatakan, bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode
dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa
epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keasliam, pengertian,
struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Kendati ada sedikit perbedaan
dari kedua pengertian tersebut, tetapi kedua pengertian ini telah menyajikan
pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.
Apabila keseluruhan rumusan tersebut
direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemology adalah
bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian
pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemology adalah terjadinya pengetahuan, teori
kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan.
2.2 Jarum Sejarah Pengetahuan
Konsep dasar pengetahuan
waktu dulu adalah kriteria kesamaan bukan perbedaan. Semua menyatu dalam satu
kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang
jelas antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Tetapi setelah
berkembangnya abad penalaran pada pertengahan abad ke 17 konsep dasarnya
berubah dari kesamaan kepada perbedaan berbagai pengetahuan yang mengakibatkan
timbulnya spesialisasi pekerjaan dan konsekuensinya mengubah struktur
kemasyarakatan. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan berdasarkan apa yang
diketahui, bagaimana cara mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu
dipergunakan.
Cabang-cabang
pengetahuan berkembang menurut jalanya sendiri berdasarkan metodenya.
Deferensiasi ilmu sangat mudah terjadi. Secara metafisik ilmu mulai dipisahkan
dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial. Dari cabang ilmu tersebut mulai berkembang
ranting-ranting keilmuan yang lain.
Dengan semakin ciutnya
batas-batas keilmuan satu dengan yang lain menimbulkan masalah diantara
batas-batas disiplin keilmuan tersebut.
Menghadapi masalah ini muncul orang-orang yang yang ingin mengaburkan
jarum sejarah dengan dalih pendekatan inter-disipliner. Pendekatan
interdisipliner memang perlu tetapi tidak dengan mengaburkan batas-batas
disiplin ilmu yang telah berjalan sesuai rutenya. Melainkan dengan memunculkan
satu paradigma baru. Paradigma ini merupakan suatu sarana berpikir ilmiah.
2.3 Pengetahuan
Pengetahuan pada hakekatmya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk
kedalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang
diketahui oleh manusia disamping berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni
dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung
atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita.
Setiap jenis pengetahuan mempunyai
cirri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistimologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.
Jika ilmu mencoba mengembangkan sebuah model yang sederhana mengenai dunia
empiris dengan mengabstraksikan realitas menjadi beberapa variable yang terikat
dalam sebuah hubungan yang bersifat rasional, maka seni (paling tidak seni
sastra), mencoba mengungkapkan obyek penelaahan itu sehingga menjadi bermakna
bagi pencipta dan mereka yang meresapinya, lewat berbagai kemampuan manusia
untuk menangkapnya, seperti pikiran emosi dan pancaindra.
Seni menurut Moctar Lubis, merupakan
produk dari daya inspirasi dan daya cipta manusia yang bebas dari cengkraman
dan belenggu berbagai ikatan. Karya seni bersifat penuh dan rumit namun tidak
bersifat sistematik.
Sebuah karaya seni yang baik biasanya
mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada manusia yang bias mempengaruhi
sikap dan prilaku mereka. Itulah sebabnya seni memegang peran penting dalam
pendidikan moral dan budi pekerti suatu bangsa.
Satu jembatan yang menghubungkan antara
seni terapan dengan ilmu dan teknologi adalah pengembangan konsep teoritis yang
besifat mendasar yang selanjutnya dijadikan tumpuan untuk mengembangkan
pengetahun ilmiah yang bersifat integral. Ilmu dan filsafat dimulai dengan akal
sehat sebab tak mempunyai landasan permulaan lain untuk berpijak.
2.4 Metode Ilmiah
Metode Ilmiah merupakan
prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat
dari metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan
pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu. Tidak
semua pengetahuan disebut ilmu karena ilmu adalah pengetahuan yang didapat
dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat yang harus dipenuhi agar
pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode
ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi mengenai cara bekerjanya pikiran,
sehingga pengetahuan yang dihasilkan mempunyai karakteristik tertentu yang
diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional dan teruji yang
memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusun merupakan pengetahuan yang dapat
diandalkan.
Dalam hal ini metode ilmiah mencoba
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun tubuh
pengetahuannya. Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada
pengetahuan. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disususn
setahap demi setahap. Penjelasan yang bersifat rasional ini tidak memberikan
kesimpulan yang final sebab, rasionalisme bersifat pluralistik maka
dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu obyek pemikiran
tertentu. Oleh sebab itu maka dipergunakan pula cara berpikir induktif yang
berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi.
Teori korespondensi menyebutkan bahwa
suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam
pernyataan itu bersesuaian dengan obyek faktual yang dituju oleh pernyataan
tersebut. Atau bila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu.
Proses kegiatan ilmiah menurut Ritchie
Calder dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Sehingga, karena masalah ini berasal
dari dunia empiris, maka proses berpikir tersebut diarahkan pada pengamatan
objek yang bersangkutan yang bereksistensi dalam dunia empiris pula.
Dalam menghadapi masalah manusia
memberikan reaksi yang berbeda-beda sesuai dengan perkembangan cara pikir
mereka. Dilihat dari perkembangan kebudayaan maka sikap manusia dalam
menghadapi masalah dapat dibedakan menurut ciri-ciri tertentu. Dalam teori
kebudayaan Van Peursen, perkembangan budaya manusia dibagi menjadi tiga tahap,
yaitu mitis, ontologis, dan fungsionalis.
2.4. 1 Tahap
Mitis
Manusia menganggap bahwa
dirinya adalah bagian dari alam. Manusia merasa bahwa dirinya berada di dalam
dan dipengaruhi oleh alam. Hal ini dapat dilihat budaya Indian. Mereka sering
menganggap bahwa diri mereka adalah penjelmaan dari hewan di sekitarnya. Pada
tahap ini, manusia kerap memberikan kurban atau sesaji sebagai bentuk
penghormatannya kepada alam. Manusia juga membuat norma-norma perlakuan
terhadap alam. Sehingga hidupnya selalu selaras dengan alam dan dilindungi oleh
alam itu sendiri.
2.4.
2 Tahap Ontologis
Manusia mulai mengenal agama.
Manusia tidak lagi memberikan kurban dan memandang bahwa alam merupakan
sama-sama makhluk Tuhan yang harus dijaga kelestariannya. Meskipun begitu,
manusia sudah mulai menjadikan alam sebagai objek yang bisa dipergunakan untuk
mempertahankan hidupnya.
2.4. 3
Tahap Fungsionalis
Manusia sudah jauh dari alam.
Bahkan, alam tidak hanya sekedar dijadikan objek, tetapi telah menjadi alat
untuk memenuhi kebutuhan manusia agar hidupnya nyaman. Tahap ini ditandai
dengan revolusi industri di dunia dan manusia memperlakukan alam dengan
mengeksplorasinya secara berlebihan
Karena masalah yang
dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawaban pada dunia yang nyata pula.
Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta pula, apapun juga teori
yang menjembataninya (Einstein).
Teori merupakan suatu
abstraksi intelektual dimana pendekatan secara secara rasional digabungkan
dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan
rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya
Di sinilah pendekatan
rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah langkah yang
disebut metode ilmiah. Semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni
:
1)
Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
2)
Harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
a.
Sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional
yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara atau disebut hipotesis.
Secara teoritis kita dapat mengajukan hipotesis sebanyak-banyaknya tetapi hanya
satu yang dapat diterima berdasarkan fakta-fakta yang mendukungnya. Hipotesis
pada dasarnya disusun berdasarkan premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang diketahui.
b.
Dengan adanya hipotesis ini maka hipotesis sering dikenal sebagai proses
logico hypothetico verifikasi; atau menurur Tyndall sebagai “ perkawinan
yang berkesinambungan antara deduksi dan induksi”. Langkah selanjutnya sesudah
menyusun hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dengan
mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata.
Adapun tahapan dalam kegiatan
ilmiah, yaitu:
Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris
yang jelas batas-batasnya serta dapat didefinisikan faktor-faktor yang
terkait di dalamnya.
Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis
yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat
antara berbagai faktor yang saling terkait yg membentuk konstelasi
permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan
faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan
terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari
kerangka berfikir yang dikembangkan.
Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan
dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta
yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses
pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis itu diterima.
Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup
mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam
proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka
hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian
dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni
mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah
sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Pengaertian kebenaran disini harus
ditafsirkan secara fragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta
yang menyatakan sebaliknya.
2.5 Struktur Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan yang diproses menurut
metode ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan
dengan demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu. Ada pun struktur
pengetahuan ilmiah sebagai berikut :
1)
Teori
yang merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu
faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
2)
Hukum
yang merupakan pernyataan yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau
lebih dalam suatu kaitan sebab akibat.
3)
Prinsip
yang dapat diartikan sebagai pernyataan yang berlaku secara umum bagi
sekelompok gejala-gejala tertentu yang mampu menjelaskan kejadian yang terjadi.
4)
Postulat yang
merupakan asumsi dasar yang kebenarannya kita terima tanpa dituntut
pembuktiannya.
2.6 Jenis-jenis Epistemologi
Jenis-jenis
epistemologi dapat bedakan berdasarkan :
2.6.1 Metode
pendekatan
a)
Epistemologi metafisis
Merupakan epistemologi
yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian
metafisika tertentu. Epistemologi macam ini berangkat dari suatu paham
tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui
kenyataan itu. Kelemahannya adalah (a)epistimolog secara tidak kritis begitu
saja mengandaikan bahwa kita dapatmengetahui kenyataan yang ada , dialami dan
dipikirkan, (b) hanyamenyibukkan diri dengan uraian tentang seperti apa
pengetahuan macam itu dan bagaimana diperoleh, (c) metafisika atau
pandangan dasar tentang kenyataansecara menyeluruh yang diandaikan oleh
epistimolog metafisis sebagai titik tolak, merupakan pengetahuan yang
kontroversial.
b)
Epistimologi Skeptis
Jenis epistemologi yang
mempunyai pendekatan dengan membuktikan terlebih dahulu apa yang kita ketahui
sebagai sesuatu yang sungguh nyata atau benar-benar tidak dapat diragukan
lagi dengan menganggap tidak nyata segalasesuatu yang kebenarannya masih dapat
diragukan. Kelemahannya, bersifat skeptis.
c)
Epistemolgi Kritis
Epistemologi ini
berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiranakal sehat atau
kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalamkehidupan, lalu
dicoba untuk ditanggapi secara kritis akan asumsi, prosedur dankesimpulan
tersebut.
2.6.2 Berdasarakan
objek yang dikaji
a)
Epistemologi individual
Epistemologi
ini mengkaji struktur pemikiran (status kognitif, proses pemerolehan)
manusia sebagai individu yang bekerja dalam proses mengetahui.
b)
Epistemologi sosial
Merupakan
kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis.Hubungan sosial,
kepentingan sosial dan lembaga sosial merupakan faktor yangmenentukan dalam
proses, cara, maupun pemerolehan pengetahuan.
2.7 Obyek dan Tujuan Epistemologi
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi
atau teori pengetahuan yang pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek
tertentu. Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap
proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses
untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan
sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu
merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan.
Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu
tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Selanjutnya, apakah yang menjadi tujuan
epistemologi tersebut. Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi
bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu,
tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal
ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan
kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian
dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki
potensi untuk memperoleh pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologi tersebut
memiliki makna strategis dalam dinamika pengetahuan. Rumusan tersebut
menumbuhkan kesadaran seseorang bahwa jangan sampai dia puas dengan sekedar
memperoleh pengetahuan, tanpa disertai dengan cara atau bekal untuk memperoleh
pengetahuan, sebab keadaan memperoleh pengetahuan melambangkan sikap pasif,
sedangkan cara memperoleh pengetahuan melambangkan sikap dinamis. Keadaan
pertama hanya berorientasi pada hasil, sedangkan keadaan kedua lebih
berorientasi pada proses. Seseorang yang mengetahui prosesnya, tentu akan dapat
mengetahui hasilnya, tetapi seseorang yang mengetahui hasilnya, acapkali tidak
mengetahui prosesnya. Guru dapat mengajarkan kepada siswanya bahwa dua kali
tiga sama dengan enam (2 x 3 = 6) dan siswa mengetahui, bahkan hafal. Namun,
siswa yang cerdas tidak pernah puas dengan pengetahuan dan hafalan itu. Dia
tentu akan mengejar bagaimana prosesnya, dua kali tiga didapatkan hasil enam.
Maka guru yang profesional akan menerangkan proses tersebut secara rinci dan
mendetail, sehingga siswa benar-benar mampu memahaminya dan mampu mengembangkan
perkalian angka-angka lainnya.
Proses menjadi tahu atau “proses
pengetahuan” inilah yang menjadi pembuka terhadap pengetahuan, pemahaman dan
pengembangan-pengembangannya. Proses ini bisa diibaratkan seperti kunci gudang,
meskipun seseorang diberi tahu bahwa di dalam gudang terdapat bermacam-macam
barnag, tetapi dia tetap hanya apriori semata, karena tidak pernah membuktikan.
Dengan membawa kuncinya, maka gudang itu akan segera dibuka, kemudian diperiksa
satu persatu barang-barang yang ada didalamnya. Dengan demikina, seseorang
tidak sekedar mengetahuai sesuatu atas informasi orang lain, tetapi benar-benar
tahu berdasarkan pembuktian melalui proses itu.
2.8 Hubungan Epistemologi, Metode, dan
Metodologi
Peter R.Senn mengemukakan, “metode
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
yang sistematis”. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan,
bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur
atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur atau cara
mengetahui sesuatu, maka metodologilah yang mengkerangkai secara konseptual
terhadap prosedur tersebut. Implikasinya, dalam metodologi dapat ditemukan
upaya membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan metode.
Metodologi membahas konsep teoritik dari
berbagai metode, kelemahan dan kelebihannya dalam karya ilmiah dilanjutkan
dengan pemilihan metode yang digunakan, sedangkan metode penelitian
mengemukakan secara teknis metode-metode yang digunakan dalam penelitian.
Penggunaan metode penelitian tanpa memahami metode logisnya mengakibatkan
seseorang buta terhadap filsafat ilmu yang dianutnya. Banyak peneliti pemula
yang tidak bisa membedakan paradigma penelitian ketika dia mengadakan penelitian
kuantitatif dan kualitatif. Padahal mestinya dia harus benar-benar memahami,
bahwa penelitian kuantitatif menggunakan paradigma positivisme, sehingga
ditentukan oleh sebab akibat (mengikuti paham determinsime, sesuatu yang
ditentukan oleh yang lain), sedangkan penelitian kualitatif menggunakan
paradigma naturalisme (fenomenologis). Dengan demikian, metodologi juga
menyentuh bahasan tantang aspek filosofis yang menjadi pijakan penerapan suatu
metode. Aspek filosofis yang menjadi pijakan metode tersebut terdapat dalam
wilayah epistemologi.
Oleh karena itu, dapat dijelaskan
urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi dan
metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada
metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu
sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa
dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi
mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh
metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi
merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun
epistemologi merupakan bagian dari filsafat.
2.9 Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban
manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya.
Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni
sampai ilmu sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan
dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan
hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan
dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung
oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang
pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa
didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat
yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah
produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang
terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika
dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan
pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia
untuk selalu berfikir dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang
baru. Semua bentuk teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran
secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang
bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
Pada awalnya seseorang yang berusaha
menciptakan sesuatu yang baru, mungki saja mengalami kegagalan tetapi kegagalan
itu dimanfaatkan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan. Sebab dibalik
kegagalan itu ditemukan rahasia pengetahuan, berupa faktor-faktor penyebabnya.
Jadi kronologinya adalah sebagai berikut: mula-mula seseorang berpikir dan
mengadakan perenungan, sehingga didapatkan percikan-percikan pengetahuan,
kemudian disusun secara sistematis menjadi ilmu pengetahuan (sains). Akhirnya
ilmu pengetahuan tersebut diaplikasikan melalui teknologi, technology is an
apllied of science (teknologi adalah penerapan sains). Pemikiran pada wilayah
proses dalam mewujudkan teknologi itu adalah bagian dari filsafat yang dikenal
dengan epistemologi. Berdasarkan pada manfaat epistemologi dalam mempengaruhi
kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistemologi bukan hanya
mungkin, melainkan mutlak perlu dikuasai.
BAB III
PENUTUP
Sebagai akhir
dari laporan dan makalah pengamatan ini membuat suatu kesimpulan umum dari
seluruh permasalahan yang ada dan saran yang diperlukan dapat dijadikan pedoman
atau wawasan selama proses pengamatan ini khususnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang ada.
3.1 Kesimpulan
a) Menurut Jujun S.
Suriasumantri, epistemologi adalah bagaimana cara kita menyusun pengetahuan
yang benar?, dan landasan epistemologi disebut metode ilmiah. Metode ilmiah
adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar.
b)
Jarum sejarah pada paktu dulu kriteria kesamaan yang menjadi konsep
dasar. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang.
Penalaran
pada pertengahan abad ke 17. Pohon pengetahuan mulai dibeda-bedakan paling
tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahuinya dan untuk
apa pengetahuan itu dipergunakan.
c)
Pengetahuan pada hakekatmya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk kedalamnya
adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh
manusia disamping berbagai jenis pengetahuan lainya seperti seni dan agama.
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak
langsung turut memperkaya kehidupan kita.
d)
Metode Ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu didapat dari metode
ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan
yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat tertentu. Adapun tahapan dalam
kegiatan ilmiah, yaitu:Perumusan Masalah, Penyusunan kerangka berpikir Perumusan
hipotesis Pengujian hipotesis, dan Penarikan kesimpulan.
e)
Pengetahuan yang diproses menurut metode
ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi syarat-syarat keilmuan, dan dengan
demikian dapat disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu.
f)
Berdasarkan metode pendekatan
epistemologi dibedakan menjadi dua yaitu epistemologi metafisis, epistemologi
skeptis dan epistemologi kritis. Sedangkan
berdasarkan objek yang dikaji dibedakan menjadi epistemologi individual
dan epistemologi sosial.
g)
Objek epistemologi adalah proses untuk memperoleh pengetahuan inilah
yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan. Tujuan epistemologi adalah tujuan epistemologi bukanlah hal
yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk
menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu.
h)
Urutan-urutan secara struktural-teoritis antara epistemologi, metodologi
dan metode sebagai berikut: Dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada
metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu
sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa
dilepaskan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi
mencakup bahasan metodologis, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh
metode. Jadi, metode merupakan perwujudan dari metodologi, sedangkan metodologi
merupakan salah satu aspek yang tercakup dalam epistemologi. Adapun
epistemologi merupakan bagian dari filsafat.
i)
Epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban,
sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua
aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial.
Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada
tubuh, ilmu-ilmu mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan
kritis dari ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai
mereka.
3.2. Saran
Dikarenakan
banyaknya pengaruh epistemologi terhadap peradaban manusia dan salah satunya
adalah masalah ilmu pengetahuan. Maka sebagai masyarakat yang baik seharusnya
kita harus ikut berperan dalam mengubah peradaban ilmu pengetahuan kita agar
lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dengan cara lebih peduli kepada masalah
pengetahuan-pengetahuan. Dan menjadi masyarakat yang lebih kritis dalam
berfikir.
DAFTAR
PUSTAKA
Rudi P. 2010. Rangkuman Filsafat Ilmu karangan Jujun S. http://rudipradisetia.blogspot.com/2010/06/rangkuman-buku-filsafat-ilmu-karangan,
(Diakses 7 januari 2013)
Martin, Luther
Manao. 2009. RESUME BUKU FILSAFAT ILMU
KARANGAN JUJUN SUMANTRI. http://martinmanao.wordpress.com/2009/12/02/resume-buku-filsafat-ilmu-karangan-jujun-sumantri/,
(Diakses 7 januari 2013)
Fathurrohman, Muhammad.
2012. Epistemologi Ilmu Pengetahuan http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/13/epistemologi-ilmu-pengetahuan/,
(Diakses 7 januari 2013)
Kholid, Muhammad. 2012. Epistemologi Ilmu Pengetahuan
http://muhammedkholid.blogspot.com/2012/05/epistemologi-ilmu-pengetahuan.html,
(Diakses 7 januari 2013)
Sumantri, Jujun
S. Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.