LANDASAN
AXIOLOGI DALAM FILSAFAT FARMASI
Disusun oleh :
KELOMPOK
5
·
Sri Azhari Budiarsih
(201210410311048)
·
Es Hari Pamuji
(201210410311050)
·
Dyah Nuri R.
(201210410311052)
·
Novita Riski Kristanti
(201210410311055)
·
Renny Primasari
(201210410311060)
·
Muhammad Akbar Wirawan (201210410311066)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang atas rahmat-NYA maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “LANDASAN AXIOLOGI DALAM FILSAFAT FARMASI”
Penulisan makalah ini adalah merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas “MATA KULIAH
FILSAFAT FARMASI ”.
Dalam penulisan makalah ini penulis
merasa banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalh ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.Amiinn.
Malang, 05 Januari 2013
Penulis
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Axiologi berasal dari kata – kata yunani. axios
= nilai dan logos berarti pandangan/teori. Secara terminologi axiologi adalah
nilai akhir (ultimate value) kebenaran. Dalam bidang ini biasanya mereka
bertanya apakah nilai itu ide di dalam pikiran (internal) manusia atau
sebenrnya berada diluar (ekternal) manusia, yang bersifat independen terlepas
dari individu yang menaggapinya? Dan apakah yang menjadi norma kebenaran dan
norma kebaikan? Kapan setiap konsep itu dikatakan benar atau salah? Mengapa
suatu prilaku itu dianggap benar? Nah pertanyaan – pertanyaan inilah yang
menjadikan mereka mencoba mengkaji sebuah konsep kebenaran dan menjadikan
konsep kebenaran yang mereka jadikan tersebut sebagai standar/landasan dalam
berfilsafat.
Bidang axiologi inilah yang berperan penting
untuk melanggengkan ide filsafat ini di abad 17-an. Dalam pembahasan axiologi
kebenaran menjadi objek logika dan metodologi filsafat ilmu yang berusaha
menjelaskan syarat – syarat yang harus di miliki agar sebuah konsepsi di
katakan benar. Patut digarisbawahi bahwa dalam bidang aksiologi tidak dikaji
sesuatu “bagaimana adanya” tetapi mengkaji sesuatu “bagaimana seharusnya”,
dengan berpatokan kepada kebenaran yang di mereka (axiologi) definisikan.
Dengan demikian disadari atau tidak, jika kita berupaya untuk berfilsafat maka
kita telah terjebak dalam konsep kebenaran yang Axiologi definisikan. Segala
sesuatu harus mengikuti norma kebenaran filsafat, kalau mau dikatakan para pemikir
filsafat. Oleh karena salah satu dasar kekeliruan dalam berfilsafat adalah
membuat norma kebenaran yang menjadi takaran pemikiran yang benar, bagi prilaku
yang baik. sehingga atas dasar seperti ini kita kaum muslimin kebanyakan
terjebak dalam filsafat dengan mengikuti norma kebenaran filsafat.
Menurut bahasa
Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori
atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi bisa juga
disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Berikut ini dijelaskan
beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri (1987:234) aksiologi adalah
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu.
Jadi
Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan
buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan
tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten
untuk perilaku etis.
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral
Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini
melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan
melahirkan filsafat social politik.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas, dapat diambil
suatu formulasi yang kemudian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Hubungan
Farmasi dengan Axiologi?
2. Apa sajakah Kategori
dasar axiologi?
3. Apa sajakah penilaian dalam axiology dan
bagaimana hubungannya dengan farmasi ?
4. Apa sajakah kaitan
axiology dengan filsafat ilmu?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan hubungan
dan kaitan antara axiology dengan ilmu farmasi
2. Menjelaskan kategori
dasar axiologi
3. Mengetahui
penilaian-penilaian dalam axiology dan hubungan penilaian tersebut didalam
farmasi
4. Mengetahui kaitan
landasan axiology dengan filsafat ilmu
D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode
deskriptif analisis dan kajian pustaka
E. Sistematika Penulisan
System penulisan makalah ini terdiri dari: BAB I Pendahuluan, berisi
latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan; BAB II Pembahasan, BAB III Penutup, berisi kesimpulan
Bab II
PEMBAHASAN
A. Hubungan Farmasi Dengan Axiologi
Aksiologi yaitu
manfaat dari ilmu-ilmu kefarmasian.Disini akan membahas dan mempertanyakan apa
nilai kegunaan pengetahuan tersebut.Kegunaan atau landasan axiologis farmasi
adalah bertujuan untuk kesehatan manusia.
Pemberdayaan farmasi dalam bidang pengabdian kesehatan tidak hanya
terbatas pada bagaimana meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi harus
bernuansa lebih luas, yaitu bagaimana meningkatkan kualitas SDM dan
kualits kehidupan, maka peranan farmasi hendaknya bukan hanya terbatas pada
bagaimana menemukan obat, tetapi jauh lebih kedepan bagaimana mengembangkannya
dan membantu masyarakat agar mereka mau dan mampu menjaga kesehatannya dengan
baik serta menjadikan industri farmasi dan unit-unit pelayanan kefarmsian
sebagai sarana untuk meningkatkan derajat kehidupan dan penghidupan yang layak
bagi sebagian besar masyarakat dan ummat manusia seluruhnya.
Mengingat bahwa tingkat kemampuan masyarakat sangat bervariasi,
selain menyebabkan bervariasinya penyakit yang diderita dan yang paling penting
adalah kemampuan mereka untuk membayar biaya kesehatan juga sangat bervariasi.
Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi farmasis/apoteker untuk pemberian
alternatif obat-obatan yang dapat memenuhi tuntutan masyarakat sehingga seluruh
masyarakat dapat terlayani dengan baik, terutama masyarakat yang berpendapatan
rendah.
Untuk hal tersebut di atas, sangat dibutuhkan kerjasama antara
farmasis/apoteker dengan pihak-pihak terkait (interdisipliner), dan didukung
oleh wawasan luas yang berorientasi pada kesehatan yang paripurna dan
hedonistik, produktif manusiawi, serta berwawasan lingkungan yang ekologis,
bernuansa pada kesejakteraan yang universal.
Dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan maka telah farmasi
sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan dapat memberikan pencerahan bagi arah
perkembangan farmasi kini dan masa datang. Penyelenggara pendidikan farmasi
memiliki peran yang eksklusif dalam menentukan visi pengabdian
farmasis/apoteker bagi kemaslahatan ummat manusia. Kurikulum pendidikan farmasi
harus segera direvisi yang tidak hanya melahirkan tenaga ahli dibidang kefarmasian
yang berdaya intelektual, tapi juga berdaya moral.
Farmasis/apoteker yang berdaya intelektual dan berdaya moral
haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai kejujuran dalam
menjalankan profesinya. Setiap keputusan yang diambil, pilihan yang ditentukan,
penilaian yang dibuat hendaknya selalu mengandung dimensi etika. Khusus dalam
bidang pelayanan kefarmasian penulis ingin menggaris bawahi bahwa sarana
pelayanan harus mngikuti paradigma asuhan kefarmasian dimana farmasis/apoteker
harus ada di tempat.
Di lain pihak patut dicermati bahwa minat penyelenggara pendidikan
tinggi baik negeri maupun swasta di Indonesia cukup tinggi. Sesuai data ISFI
tahun 2006 tercatat 60 perguruan tinggi di Indonesia yang mengelola pendidikan
farmasi dengan jumlah luaran kurang lebih 20.000 Apoteker hingga tahun 2007.
Penulis berharap kiranya kecenderungan ini tidak justru karena ‘pangsa
pasarnya’ yang memang cukup banyak diminati. Akan tetapi, kecenderungan ini
hendaknya berangkat dari itikat turut mendorong dalam mengembangkan kefarmasian
di segala bidang.
B. Kategori Dasar Axiologi
Terdapat dua kategori dasar aksiologi :
1.
Objectivism,
yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek
yang dinilai.
Contohnya :
Dalam membuat obat herbal,biasanya daftar bahan yang akan kita buat itu sesuai
dengan bahan alam(herbal),dan sebagian penambah bahan obat seperti sacharrum
lactis untuk penambah rasa obat.
2.
Subjectivism,
yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).
Contohnya : Dalam meracik
obat-obatan itu penuh dengan ketelitian dan waktu yang lumayan cukup lama.
Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu :
1. Teori nilai intuitif
2. Teori nilai rasional
3. Teori nilai alamiah
4. Teori nilai emotif
Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran obyectivis
sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran subyektivis.
1. Teori Nilai intuitif (The Intuitive theory of value)
Teori ini berpandangan bahwa sulit jika tidak bisa dikatakan
mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun
juga suatu perangkat nilai yang absolute itu eksis dalam tatanan yang bersifat
obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang
bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau
menyatu dalam hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung
pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui
nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku
individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.
2. Teori nilai rasional (The rational theory of value)
Bagi mereka janganlah percaya padanilai yang bersifat obyektif dan
murni independent dari manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari
penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia
tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanyaorang jahat atu
yang lalai ynag melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan.
Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang
seharusnya mengarahkan perilakunya.
3. Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value)
Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan
kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk
biososial, artefak manusia, yang diciptakan , dipakai, diuji oleh individu dan
masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan
naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak
absolute tetapi bersifat relative. Nilai secara umum hakikatnya bersifat
subyektif, bergantung pada kondisi manusia.
4. Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status
kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah
keputusan factual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai
tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun diakui
bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.
C. Penilaian Dalam Axiologi dan Hubungannya dengan farmasi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika
dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis
dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku,
norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat
tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan
para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah
norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.
Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.
Didalam etika, nilai
kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah
tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap
diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam perkembangan sejarah
etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral yaitu, hedonisme,
eudemonisme, utiliterisme dan deontologi. Hedoisme adalah padangan
moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan.Contohnya
: Moral seorang apoteker ketika berada di apotek. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan
manusia mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah
kebahagiaan.Contohnya : mahasiswa yang kuliah dengan jurusan farmasi karena dia
ingin menjadi profesi apoteker.
Selanjutnya utilitarisme,
yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan para warga
negara dan bukan memaksakan perintah-perintah ilahi atau melindungi apa yang
disebut hak-hak kodrati.Contoh : UUD tentang kesehatan. Selanjutnya deontologi,
adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant. Menurut
Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah kehendak baik.
Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat. Contohnya :
kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak manusia.
·
Hubungan
ETIKA dengan farmasi adalah didalam farmasi seorang apoteker juga dapat
menerapkan landasan axiology dan cara berkomunikasi yang baik atau biasa
disebut public speaking. Landasan axiology yang dapat diterapkan adalah
etika dan sopan santun seorang apoteker dalam melayani pasien dan menerapkan
cara berkomunikasi yang baik dan benar.
Sementara itu, cabang lain
dari aksiologi, yakni estetika. Estetika merupakan bidang studi manusia
yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa
didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh. Maksudnya adalah
suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras serta berpola baik
melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan
bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu yang senantiasa
bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun pagi, matahari memancarkan
sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan. Meskipun
sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan
perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi
menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang
kita serap. Padahal sebenarnya tetap
merupakan perasaan.
·
Hubungan
ESTETIKA dengan ilmu farmasi adalah estetika itu berupa keindahan.Didalam ilmu
farmasi keindahan juga sangat penting terutama penampilan seorang apoteker
ketika berada diapotek. Dengan adanya estetika yang kita terapkan dalam ilmu
farmasi maka dapat menghasilkan nilai-nilai kefarmasian yang baik.
D. Kaitan Axiologi dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang
bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada
subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas
fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam
memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan
demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki
akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang.
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aksiologi
adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good
and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan
(means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis.
Aksiologi yaitu
manfaat dari ilmu-ilmu kefarmasian.Disini akan membahas dan mempertanyakan apa
nilai kegunaan pengetahuan tersebut.Kegunaan atau landasan axiologis farmasi
adalah bertujuan untuk kesehatan manusia.
Dengan perspektif filsafat ilmu pengetahuan maka telah farmasi
sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan dapat memberikan pencerahan bagi arah
perkembangan farmasi kini dan masa datang. Penyelenggara pendidikan farmasi
memiliki peran yang eksklusif dalam menentukan visi pengabdian
farmasis/apoteker bagi kemaslahatan ummat manusia. Kurikulum pendidikan farmasi
harus segera direvisi yang tidak hanya melahirkan tenaga ahli dibidang kefarmasian
yang berdaya intelektual, tapi juga berdaya moral.
B. Saran
Dalam filsafat ilmu farmasi kita mempelajari landasan axiology
karena didalam farmasi kita dapat menerapkan penilaian-penilaian axiology dan
menjadikan landasan axiology sebagai materi penerapan ilmu pengetahuan dibidang
kefarmasian.