OLEH
ZULVA ARRASYIED
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Apoteker adalah tenaga profesi yang
memiliki dasar pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi
wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan farmasi. Namun
seiring berjalannya waktu peran apoteker telah
berubah dari peracik dan penyedia obat menjadi manajer terapi obat yang
Mencakup tanggung jawab untuk menjamin bahwa dimanapun obat diproduksi,
disediakan/diperoleh, digunakan, disimpan, didistribusikan, dibagikan dan
diberikan sehingga obat tersebut berkonstribusi terhadap kesehatan pasien dan
mengurangi efek samping yang mungkin muncul. Ruang lingkup praktek kefarmasian saat ini termasuk pelayanan-berorientasi pasien
dengan segala fungsi kognitif konseling, menyediakan informasi obat dan
memantau terapi obat, sebagaimana halnya aspek teknis pelayanan
kefarmasian yang termasuk manajemen
pengadaan obat. Hal ini merupakan peranan tambahan seorang apoteker bahwa apoteker sekarang dapat memberikan konstribusi yang vital
terhadap perawatan pasien.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pekerjaan kefarmasian pada
zamannya akan selalu berkembang mengikuti tuntutan masyarakat. Sehingga terbentuk
lah paradigma baru yaitu paradigma Asuhan Kefarmasian atau dikenal
dengan Pharmaceutical Care yang
merupakan tanggung jawab seorang apoteker yang harus dipertimbangkan untuk
penerapannya pada Pekerjaan Kefarmasian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana
tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care”.
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan ini adalah untuk
1.
Mengetahui dan memahami
tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care.
2.
Mengetahui Implementasi Pharmaceutical Care.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pharmacetical Care
Pharmaceutical Care adalah
Patient Centered Practice yang mana merupakan praktisi yang bertanggung
jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung jawab
terhadap komintmen (Cipole dkk, 1998). Menurut American Society of Hospital
Pharmacist (1993), Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical
Care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang
berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang
ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak
hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada
pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan
pemilihan obat, dosis, rute, dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan
pemberian informasi dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep
yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien membaik
dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990).
Outcome
yang dimaksud adalah (Heppler and Strand, 1990):
1. Merawat
Penyakit;
2. Menghilangkan
atau menurunkan gejala;
3. Menghambat
atau memeperlama proses penyakit;
4. Mencegah
penyakit atau gejala.
B. Tanggung
Jawab Apoteker
Berdasarkan
hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990 badan dunia
dibidang kesehatan tersebut mengakui/ merekomendasikan/menetapkan kemampuan
untuk disehari tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah
sebagai berikut (Anonim, 1990) :
1. Memahami
prinsip-prinsip jaringan mutu (quality
assurance) obat sehingga dapat mempertanggung jawabkan fungsi dan kontrol.
2. Menguasai
masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham
prinsip-prinsip penyediaanya.
3. Mengenal
dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4. Mengelola
informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi
5. Mampu
memberi advice yang informatif kepada
pasien tentang penyakit ringan (minor
illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang tlah
ditentukan dengan jelas pengobatannya.
6. Mampu
menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan pelayanan
farmasi.
Manajeman
risiko adalah bagian mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya
pengendalian risiko, praktek konvensionla farmasi telah berhasil menurunkan
biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat.
Pesatnya perkembangan teknologi faarmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga
membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Apoteker
berasa dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik
dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses
pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antaralain dengan meningkatkan
pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain,
meningkatkan keberlasungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan
keselamatan pengobatan pasien dirumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain
dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningakatnya
insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya
tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat (effect of pharmacist-led
pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am J
Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker
berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat.
Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama apoteker dalam hal keselamatan
pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yan optimal.
Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukan bahwa
kontribusi apoteker dapat menurunkan Medication
Errors.
Dalam
relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia obat
(pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari
farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan,
prektek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap
pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.
Peran
apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek
manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan
farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi, alur
pelayanan,sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan
obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan
evaluasi.
Kegiatan
famasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima pengobatan
dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu
didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti
memiliki kontribusi besar dalam menurunkan insiden/ kesalahan.
Dengan
demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya,
kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.
C. Fungsi
Pharmaceutical Care
Fungsi
dari pharmaceutical care adalah
(Heppler and strand, 1990):
1. Identifikasi
aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.
3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.
4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat
dilakukan pada pasien rawat jalan melalui informasi, konseling, dan edukasi
untuk obat bebas dan obat yang diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur,
buku edukasi, pembuatan buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal minum
obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi dan konseling pasien
masuk/keluar, DIS (Drug Information Service), TDM (Terapeutic Drug Monitoring),
TPN (Total Parenteral Nutrition), Drug-Therapy Monitoring, Drug Therapy
Management, dsb.
D. Tanggung
Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical
Care
Dalam
menjalankan pekerjaannya seorang apoteker dituntut untuk memenuhi tangung
jawabnya sebagai apoteker. Tanggung jawab seorang apoteker meliputi berbagai
aspek salah satunya dalam ruang lingkup pharmaceutical
care. Tanggung jawab apoteker dalam ruang lingkup pharmaceutical care adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan
kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya
a. Semua
kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala kondisi;
b. Terapi
obat oleh pasien adalah yang paling efektif;
c. Terapi
obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman;
d. Pasien
sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.
2. Tanggung
jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi dan pencegahan
kesalahan terapi obat (drug therapy
problems).
3. Menjamin
bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab
untuk memantau kondisi pasien untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil
yagn diinginkan.
4. Tanggung
jawab ini dipenuhi oleh merawat setiap pasien sebagai individu dengan cara yang
menguntungkan pasien, bahaya meminimalkan, dan jujur, adil, dan etis.
5. Praktisi
pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis dengan cara
menemukan standar profesionla dan ethical
behavior prescribed dalam filsafat
dari Praktik pharmaceutical care.
6. Standar
dalam sikap profesional termasuk menyediakan asuhan kefarmasian dalam specified
standard of care, membuat keputusan secara etis, menunjukan collegiality,
kolaborasi, memelihara kompetensi, menerapkan temuan
penelitian mana yang tepat, dan menjadi sensitif terhadap sumber daya yang
terbatas.
7. Ini
adalah tanggung jawab perawatan praktisi farmasi untuk menahan rekan jawab
untuk menerapkan standar yang sama kinerja profesional. Keberhasilan praktek
akan tergantung pada hal itu.
8. Melakukan
yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat kesalahan.
Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia. Mengakui bahwa pasien
lah yang menentukan keputusan. Selalu menjaga privasi pasien.
E. Implementasi
Pharmaceutical Care
Pelaksanaan dan
tanggung jawab terhadap pharmaceutical
care meliputi:
Assesment
|
Bertemu dengan
Pasien
|
Menetapkan
hubungan terapi
|
Meperoleh
Informasi yang relevan dari pasien
|
Menetapkan
siapa pasien anda dengan cara memepelajari alasan untuk menemui, demografi
pasien, pengobatan dan informasi klinis lainnya.
|
|
Membuat
keputusan terapi rasional menggunakan Pharmacotherapy
workup
|
Menetapkan
kebutuhan obat pasien yang dijumpai (indikasi, efektifitas, keamanan,
kepatuhan), identifikasi DRP.
|
|
Care
Plan
|
Menetapkan
tujuan terapi
|
|
Memilih
intervensi yang tepat untuk : resolusi DRP
Menghargai
goal terapi
Mencegah
Masalah terapi obat
|
|
|
Membuat jadwal
follow-up evaluation
|
Menetapkan
jadwal secara tepat dan klinis bagi pasien
|
|
Follow-up
Evaluation
|
Menetapkan
bukti klinik/lab pasien outcome terbaru dan membandingkan terhadap tujuan
terapi yang ditetapkan sebagai efektifitas terapi obat
|
Evaluasi
efektifitas farmakoterapi
|
Menetapkan
bukti klinis/lab adverse effect untuk
menetapkan keamanan terapi obat
|
Evaluasi
keamanan farmakoterapi
Menetapkan
kepatuhan pasien
|
|
Status dokumen
klinis dan perubahan dalam famakoterapi yang diperlukan
|
Membuat
keputusan sebagaimana yang diatur dalam terapi obat
|
|
Menilai pasien
untuk DRP terbaru
|
Identifikasikan
DRP terbaru dan penyebabnya
|
|
Jadwalkan
evaluasi selanjutnya
|
Sediakan
perawatan lanjutan
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa seorang apoteker
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya di ruang lingkup
Pharmaceutical care.
B. Saran
Pada umumnya apoteker sekarang masih kurang
peduli dalam memberikan penyuluhan atau pemahaman terhadap pasien mengenai
obat, tata cara penggunaan dan indikasi obat. Dalam prakteknya, apoteker hanya
melayani resep obat kemudian menyerahkannya kepada pasien, padahal tujuan utama
tugas apoteker bukan hanya itu. Apoteker wajib memberikan pemahaman atau
penyuluhan mengenai obat yang telah apoteker berikan kepada pasiennya. Karena itulah Apoteker harus memiliki rasa
peduli kepada pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong
dkk, 2005, The contribution of community
pharmacy to improving the public’s helath, Report 3 : An overview of
evidence-base from 1990-2002 and recommendations for action.
Anonim.
1990. The Role of the Pharmacist in
Health Care System.
Cipolle
dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice :
The Clinician’s Guide, 2nd Edition.
Hepler
and Stranf, 1990, Opportunities and
Responsibilities in Pharmaceutical Care.
World
Health Organitation, 2006, Developing
pharmacy practice A focus on patient care HANDBOOK-2006 EDITION. World
Health Organitation.
Aspek Asuhan Kefarmasian http://farmatika.blogspot.com/2012/06/aspek-asuhan-kefarmasian.html#ixzz2hq5958ab, diakses tanggal
http://ikafarmasipoltekesmks.blogspot.com/2009/03/perlindungan-pasien-melalui-pelayanan.html, Diakses tanggal 20
oktober 2013
http://kedaiobatcocc.wordpress.com/2010/05/13/pengertian-dan-tanggung-jawab-apoteker-pengelelola-apotek-apa/, diakses tanggal 20
Oktober 2013